Saya menyimak sedikit perkembangan kasus Papa Minta Saham. Pertama kali mendengar berita ini, saya cukup terkejut. Kenapa terkejut? Karena seharusnya yang terlibat tidak lagi membahas masalah suap menyuap.
Saya mungkin terlalu optimis. Walaupun SN selama ini berseberangan dengan kubu pemerintah, saya tetap berharap baik kepada DPR. Tetapi
mau dikata apa lagi. Ternyata kerakusan seseorang itu tidak akan pernah dipuaskan.
Saya juga tidak mau terlalu cepat mengambil kesimpulan atas kasus yang sedang berjalan. Belum terbukti apakah SN memang meminta saham. Anggota Majelis Kehormatan Dewan pun masih berselisih paham atas laporan kemungkinan pencatutan nama Presiden.
Yang pasti yang saya tahu adalah banyak yang sudah bersorak senang atas kejadian ini. Saya pun sempat terbawa euforia ini. Saya memang selalu mendukung pemerintah, pemerintah yang bersih tentunya. Jadi ketika ada kasus yang menjengkal para "terduga" penjahat, maka saya pun ikutan bersorak senang.
Tetapi hari ini saya diingatkan kapan seharusnya TIDAK bergembira.
Amsal memperingatkan kita "Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok,"
Tuhan Yesus menginginkan kita untuk menunjukkan kasih-Nya melalui perbuatan kita ketika kita mengasihi musuh dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kita (Mat 5:44).
Dengan melakukan itu semua, kita meniru kasih sempurna Tuhan kita.
Terima kasih telah mengingatkan bahwa kita wajib mengasihi semua manusia bahkan mereka yang kita anggap "musuh" tapi boleh minta bahasan lebih lanjut?
ReplyDeleteBagaimanakah kita harusnya mengasihi tersangka musuh rakyat ini bila suatu hari terbukti melakukan kejahatan? Apakah kita tidak boleh menghukumnya? Atau tetap menjatuhkan hukuman asalkan tidak merayakan kekalahannya? Apakah bentuk nyata kasih kita kepada sesama yang seperti ini?
Saya akan coba menjawabnya di Kasih vs Keadilan
ReplyDelete