Friday, May 5, 2017

Ketika Tuhan Memberikan Kabar Buruk


Yer 37:19  Di manakah gerangan para nabimu yang telah bernubuat kepadamu, bahwa raja Babel tidak akan datang menyerang kamu dan negeri ini?
Saya paling tidak suka mendengar kabar buruk. Saya sangat menghindari berita-berita mengenai kekerasan dan penindasan. Bukan karena saya hendak menutup mata dari kenyataan, tetapi berita tersebut sangat mengganggu ketenangan hati saya.

Kejadian Yang Membuat Trauma


Apalagi saya mengalami kejadian Kerusuhan di Jakarta pada Mei 1998. Tidak. Saya tidak mengalami kekerasan apa pun pada waktu itu. Keluarga kami pun semuanya selamat. 

Itu semua karena penyertaan Tuhan yang telah memberikan bencana kebakaran beberapa bulan sebelum kerusuhan. Rumah kami rata dengan tanah. Kami terpaksa pindah ke rumah Kakek yang lokasinya jauh dari pusat-pusat kerusuhan.

Berita-berita sesudah kejadian kerusuhan sesudah itu membuat saya sangat stress. Ternyata banyak sekali korban berjatuhan. Banyak sekali orang yang dibunuh dan diperkosa pada kejadian Mei 1998. 

Sayangnya sampai tahun 2017 tidak ada upaya pemerintah untuk membongkar siapa dalang di balik kejadian Mei 1998. Sudah hampir 20 tahun tetapi tidak ada satu orang pun menjadi tersangka. 

Padahal keesokan harinya bekas kerusuhan tidak ada sisanya. Hanya bangunan-bangunan hitam hangus terbakar yang menjadi saksi bahwa telah ada kejadian luar biasa.

Bagaimana koordinasi yang sangat rapi itu bisa terjadi jika tidak ada dalang di belakangnya?

Kejadian Yang Bisa Terulang Lagi


Jakarta baru saja melewati masa pemilihan kepala daerah untuk periode 2017-2022. Gubernur baru akan menduduki jabatannya pada Oktober 2017.

Sayangnya pada masa kampanye pilkada DKI 2017 ini, isu SARA sangat kuat berhembus. Sekali lagi yang menjadi korban intimidasi adalah kaum minoritas.

Bahkan beredar spanduk-spanduk yang berisikan untuk mengganyang kaum tertentu. Memojokkan kaum tersebut sebagai penyebab kesenjangan ekonomi.

Hak untuk beribadah suatu kaum pun menjadi senjata politik. Jika berbeda cara ibadah maka akan disebut kafir. Yang satu agama pun, jika berbeda cara menafsirkan kitab sucinya, maka akan disebut kafir pula.

Pada masa kampanye ini pun, kata-kata ancaman berhamburan seperti kata-kata yang biasa. Tangkap, hakimi, penjarakan, turunkan. Kata BUNUH pun menjadi sebuah ajakan yang dicorongkan pada saat massa berkumpul.

Bagaimana mungkin sebuah umat beragama mengatasnamakan Tuhan mengajak orang untuk MEMBUNUH orang lain karena berbeda pendapat?

Ketakutan Yang Berlebihan?

Saya merasa bahwa ancaman yang disebarkan melalui corong-corong kebencian itu adalah nyata. Buktinya? Banyak anak-anak kecil yang tidak mengerti baik dan benar, telah diajarkan untuk membenci suatu kaum.

Mereka telah berani mengkafir-kafirkan teman bermainnya. Mereka diajarkan bahwa berbeda pendapat itu salah. Yang benar hanyalah pendapat yang diajarkan. Katak di dalam tempurung ngotot mengatakan bahwa tidak ada dunia lain di luar tempurungnya.

Sayangnya, terlalu banyak katak di dalam tempurung yang kecil itu. Katak yang telah berhasil keluar dari tempurung dan membawa berita bahwa ada dunia yang lebih luas, dikatakan bodoh dan penipu. Bahkan diancam akan dibunuh jika terus memberitakan dunia yang lebih luas.

Itu sesama katak lho. Gimana jika ada kura-kura, ikan, burung, dan hewan lain yang ikutan memberitahu para katak bahwa memang dunia di luar tempurung adalah sangat luas? Mereka pun ikut diancam. Katak mengatakan bahwa tempurung itu datar dan tidak mungkin berbentuk seperti mangkuk terbalik.

Pilihan Apa Yang Tersedia?

Saya sudah jengah dengan kondisi yang ada di Indonesia pada saat ini. Saya sungguh berharap pada Mei 2017 tidak ada kejadian seperti pada Mei 1998. 

Jadi apa pilihan yang tersedia pada saat krisis seperti ini?
Saya melihat ada 3 pilihan:
  1. Diam.
  2. Melawan.
  3. Kabur.
Saya terus berdoa dan bergumul akan pilihan-pilihan tersebut. Saya sangat berharap Tuhan dapat memberikan kejelasan akan pilihan apa yang harus saya ambil.

Diam Adalah Pilihan

Saya termasuk pacifist. Saya sangat menghindari konfrontasi. Jika perpecahan dapat dihindari, saya akan menghindari. 

Rm 12:18 Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!
Saya mengerti bahwa diam di sini adalah diam yang aktif. Bukan diam yang hanya membiarkan segala sesuatunya berjalan menuju kehancuran.

Tetapi di sisi lain, Alkitab mencatat bahwa Tuhan menyuruh kita berdiam diri akan datangnya musibah. Lihat kitab Yeremia.

Yer 1:14 Lalu firman TUHAN kepadaku: "Dari utara akan mengamuk malapetaka menimpa segala penduduk negeri ini."
TUHAN sudah menubuatkan akan kehancuran Israel, jauh-jauh hari sebelum Babel datang menyerang. Tujuannya cuma satu, membuat Israel bertobat.

Tetapi apakah mereka bertobat? Tentu saja tidak.

Ketika bangsa Babel akhirnya datang, Tuhan memberikan pilihan agar DIAM. Ikuti saja penghakiman dan penghukuman dari TUHAN.

Yer 21:8-9 Tetapi kepada bangsa ini haruslah kaukatakan: Beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku menghadapkan kepada kamu jalan kehidupan dan jalan kematian. Siapa yang tinggal di kota ini akan mati karena pedang, karena kelaparan dan karena penyakit sampar; tetapi siapa yang keluar dari sini dan menyerahkan diri kepada orang-orang Kasdim yang mengepung kamu, ia akan tetap hidup; nyawanya akan menjadi jarahan baginya.
Jadi jelas sekali kalau Tuhan sudah meminta kita untuk berdiam diri, bahkan menyerahkan diri ke musuh.

Saya pada saat membaca bagian ini di kitab Yeremia, rasa nasionalisme saya terusik.

Siapa yang mau negaranya diserang? Apakah kita akan diam saja? Tidak pergi berperang membela negara? Apakah kamu rela rumah kamu dihancurkan oleh musuh?

Saya jika hidup di periode ini sebagai bangsa Israel, saya pun akan turut angkat senjata.

Tetapi firman TUHAN di bagian Alkitab ini sangatlah jelas. DIAM. Biarkan dirimu menjadi tawanan perang.

Melawan Adalah Pilihan

Saya juga menerima berbagai pesan agar kita sebagai bangsa yang berjiwa Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika segera melakukan perlawanan. Perlawanan terhadap intoleransi. Perlawanan terhadap kaum yang ingin mengubah dasar negara.

Argumennya adalah ini adalah sebelum para pemberontak itu menjadi lebih kuat dan lebih luas pengaruhnya. Pemberontak ini harus ditumpas sejak masih kecil.

Saya setuju dengan hal ini. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Bangsa yang terdiri dari berbagai golongan. Bangsa yang setuju bahwa perbedaan adalah aset dan kekayaan bangsa.

Tetapi ada satu golongan yang berpikiran sempit. Yang membenarkan diri sendiri. Yang menganggap golongannya adalah yang paling benar.

Mereka lupa. Yang paling benar adalah Tuhan. Jika Tuhan menciptakan berbagai golongan, maka itu adalah keindahan yang harus dinikmati. Hadiah Tuhan untuk umat manusia.

Dengan mengatakan bahwa golongan mereka yang paling benar, mereka juga mengatakan bahwa Tuhan salah. Mereka berani menjadi hakim bagi sesama manusia. Mereka tidak mau memberikan penghakiman (yang merupakan HAK Tuhan) kepada Tuhan.

Mari kita kembali ke Alkitab. Bagian mana yang menganjurkan agar kita melakukan perlawanan?
Saya langsung teringat dengan Nehemia.

Kitab Nehemia mempunyai setting di zaman bangsa Israel mendekati masa akhir pembuangan di Babel. Nehemia mendengar kabar bahwa Yerusalem tidak mempunyai tembok perlindungan lagi. 

Nehemia akhirnya mengajukan permohonan kepada raja Artahsasta agar bisa membangun kota Yerusalem kembali.

Perjuangan Nehemia membangun kota Yerusalem adalah perjuangan yang berat. Tidak sedikit orang-orang yang menentang pembangunan kembali tembok Yerusalem. Sanbalat, Tobia, orang-orang Arab, orang-orang Amon, dan orang-orang Asdod benar-benar marah. Mereka semua mengadakan persepakatan bersama untuk memerangi Yerusalem dan mengadakan kekacauan di sana. (Neh 4:2)

Nehemia mendengar peringatan akan serangan ini. Bahkan Nehemia mendengar kabarnya sampai sepuluh kali. Nehemia pun bersiap untuk BERPERANG. 
Neh 4:10 maka aku tempatkan rakyat menurut kaum keluarganya dengan pedang, tombak dan panah di bagian-bagian yang paling rendah dari tempat itu, di belakang tembok, di tempat-tempat yang terbuka.
Neh 4:16 Sejak hari itu sebagian dari pada anak buahku melakukan pekerjaan, dan sebagian yang lain memegang tombak, perisai dan panah dan mengenakan baju zirah, sedang para pemimpin berdiri di belakang segenap kaum Yehuda yang membangun di tembok. Orang-orang yang memikul dan mengangkut melakukan pekerjaannya dengan satu tangan dan dengan tangan yang lain mereka memegang senjata.
Ketika pekerjaan Nehemia selesai, serangan terhadap Nehemia pun tidak berhenti. Bahkan datang dari nabi-nabi yang telah disuap oleh Sanbalat dan Tobia. Nehemia tetap melawan mereka karena percaya Tuhan adalah kekuatannya.

Baca lebih detail mengenai Nehemia di sini.

Lari Adalah Pilihan

Apakah melarikan diri adalah tindakan pengecut? Menyelamatkan nyawa sendiri dan keluarga adalah tindakan yang rendah? Apakah melarikan diri merupakan tanda bahwa kita bukanlah nasionalis? 

Saya menulis artikel ini cukup panjang. Alasan di balik penulisan artikel ini sebenarnya adalah ketakutan. Rasa takut ini cukup nyata karena ancaman yang ada pun nyata.

Golongan pikiran sempit mengatakan bahwa tidak ada tempat bagi orang yang di luar pemahaman mereka. Sekali lagi, mereka merasa bahwa hanya diri mereka yang benar.

Itu sebabnya mereka berani mengeluarkan ancaman bagi orang-orang yang di luar pemahaman mereka.

Pilihan melarikan diri dilakukan oleh Raja Daud. Yup! Daud pun sempat ketakutan sehingga ia melarikan diri. Lebih parahnya adalah Daud melarikan diri dari anaknya.
Bapak mana yang ketakutan sampai melarikan diri karena anaknya sendiri? 

Anak Daud mana yang membuat Daud sampai ketakutan? Jawabannya adalah Absalom.

Siapa Absalom itu? Absalom adalah anak ketiga dari Daud melalui isterinya, Maakha. Absalom mempunyai adik bernama Tamar. Tamar ini yang diperkosa oleh anak Daud yang lain, Amnon.

Kisah pemberontakan Absalom dimulai dari kasus Tamar. Daud tidak pernah menegor Amnon. Hal ini membuat kesal hati Absalom. Absalom akhirnya merancang sebuah pesta agar dapat membunuh Amnon.

Setelah membunuh Amnon, Absalom melarikan diri ke Gesur. Daud hanya marah saja tetapi tidak pernah menjemput Absalom untuk memberikan teguran ataupun hukuman secara langsung. Seorang raja yang terlalu lembut kepada anak-anaknya.

Ketika Absalom diperbolehkan untuk kembali ke Yerusalem, Absalom langsung melakukan tindakan politik untuk merebut kekuasaan dari Daud. 4 tahun Absalom merebut hati penduduk Yerusalem, tepat di bawah hidung Daud.

Akhirnya Absalom mendeklarasikan dirinya sebagai raja dan Daud ketakutan ketika mendengarnya. Daud segera melarikan diri. (2 Sam 15:14).

Daud yang dengan gagah berani menantang Goliath dan mengalahkannya, lari ketakutan menghadapi anaknya. 

Pilihan melarikan diri adalah pilihan yang diambil oleh Daud.

Pilihan Apa Yang Harus Saya Ambil?

Sekarang semakin bingung kan? Semua pilihan adalah pilihan yang sulit. Diam, Melawan, atau Melarikan Diri?

Tuhan Yesus sendiri menganjurkan agar "... orang-orang yang di Yudea haruslah melarikan diri ke pegunungan." (Mat 24:16)

Saya mencintai Indonesia. Saya ingin Indonesia tetap menghargai perjuangan para pendiri bangsa. Mereka sepakat untuk memilih Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Mereka sepakat pada waktu melakukan Soempah Pemoeda. Mereka sepakat bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang takut akan Tuhan. Mereka sepakat bahwa cara kita beribadah boleh berbeda dan itu dilindungi oleh UUD 1945 pasal 29.

Tetapi jika saya harus menetapkan pilihan: Saya akan melarikan anak dan isteri saya ke tempat yang aman. Lalu saya akan berjuang membela Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dicintai oleh Tuhan.

Bagaimana dengan pilihan kamu?





No comments:

Post a Comment

You Are The Salt of The Earth and You Are The Light of The World

This is the script that I used to deliver the sermon on Morning Chapel time on 28 Feb 2018. "You are the salt of the earth . But i...

Learn For Free!

IDWebHost

Banner IDwebhost

James Gwee